Kisah Tabi’in Muttharrif bin Abdullah
Dia dilahirkan dimasa Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam, tapi tak sempat bersua dengan beliau
Dia mendapatkan ilmu, mengambil
hikmah, sehingga menjadi seorang imam bagi kaum muslimin dan alim bagi
agamanya.
Al-‘Ajali berkata,”Dia adalah
seorang tsiqah dari kalangan tabi’in. Seorang laki-laki shalih.”Menurut Ibnu
Hibban dalam ats-Tsiqatnya,”Dia dilahirkan dimasa Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam, seorang ahli ibadah dari bashrah yang zuhud.”
Dialah Muttharrif bin Abdullah
bin asy-Syikhkhir.
Saudaranya Yazid bin Abdullah, dia
berkata,”Muttharrif lebih tua dariku sepuluh tahun. Saya lebih tua dari
al-Hasan Bashri sepuluh tahun.”
Adz-Dzahabi menambahkan,”Muttharrif
dilahirkan pada tahun terjadinya perang badar atau perang uhud. Mungkin ia
sempat bertemu dengan Umar bin Khathab dan Ubay bin Ka’ab.”
Muttharrif menghabiskan hari-harinya
dengan adab yang baik. Tak pernah terlewatkan kecuali dia mengevaluasinya.
Dia menyembah Tuhannya berlandaskan
ilmu dan fiqih, dia tidak melampau batas dan juga mempersulitnya. Renungkan
kalimat-kalimatnya untuk mengetahui keutamaannya. Dia berkata,”Malamnya tidur
dan paginya menyesal, lebih saya sukai daripada malamnya tidak tidur dan
siangnya kaget.”
Dari kalimat ini, terlihatlah
kedalaman fiqihnya. Untuk mengetahui tentang muhasabah terhadap dirinya,
singkap ungkapannya,”sesungguhnya untuk menjumpai malam dan menjauhkan tempat
tidur , aku mentadabburi al-Qur’an. Aku membandingkan amalku dengan amalan
penghuni syurga. Maka, sungguh amalan mereka luar biasa. Allah SWT
berfirman,” Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan
selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.(QS.ad-Dzariyat:17)
Sungguh aku tak melihat diriku sebagai bagian dari mereka!
Maka, aku memalingkan diriku pada ayat,” “Apakah yang memasukkan kamu
ke dalam Saqar (neraka)?”(QS.al-Muddatstsir:42)
Dan kuperintahkan dengan ayat,” Dan (ada pula) orang-orang lain yang
mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan
pekerjaan lain yang buruk.”(QS.at-Taubah:102)
Allah memberikan kemuliaan kepada
Muttahrrif yang tidak Dia berikan kecuali pada para waliNya yang beribadah
dengan ikhlas dan berpegang pada jalan yang lurus. Allah memberikan kemuliaan
beragam Karamah yang membedakannya dengan orang biasa.
Ketika memasuki rumahnya, seisi
rumahnya ikut bertasbih. Suatu ketika, ia bersama seorang temannya berjalan
dikegelapan malam. Maka, diujung cambuk mereka tampak cahaya! Temannya
berkata,”seandainya hal ini kita bicarakan pada orang-orang, pasti mereka akan
mengingkarinya.” Muttharrif menjawab, “para pendusta banyak berbohong!”.
Maksudnya, orang yang mengingkari nikmat Allah adalah pembohong.
Muttahrrif adalah ahli hikmah.
Kata-katanya mengandung pengertian yang mendalam. Ia berkata,”seandainya aku
bisa mengeluarkan hatiku dan meletakkan di tangan kiriku, lalu didatangkanlah
kebaikan dan diletakkanlah ditangan kananku. Sungguh, aku tak akan bisa
mengobati hatiku hingga Allah meletakkannya.”
Ia juga mengatakan,”seandainya
seseorang melihat buruan, dan buruan tidak melihatnya. Lalu pemburu itu
membidiknya. Bukankah dikhawatirkan ia akan mampu mengambilnya?
Dikatakan, “Ya.”
“Begitulah syetan. Ia melihat kita dan kita tidak melihatnya. Maka, bisa jadi
kita kena (terperdaya).”
Dia juga berkata,”Sungguh maut ini,
telah merusak kenikmatannya di tangan ahli nikmat. Maka mintalah kenikmatan
yang tidak pernah mati. Maka adakah kenikmatan yang tidak pernah mati?Itulah
kenikmatan penghuni syurga yang kekal.”
Beginilah Muttharrif menghabiskan
masa hidupnya. Ia tidak ikut melakukkan apa yang orang-orang lakukan. Ia
menghabiskan malam dan siang harinya dengan muhasabah dirinya. Karenanya, tak
heran kalau doanya selalu dikabulkan.
Suatu ketika Hajaj bin Yusuf
memenjarakan Mauruq al-‘Ajali. Muttharrif berkata pada para sahabatnya,”Mari
kita berdoa. Aminkanlah.” Lalu ia berdoa dan teman-temannya mengaminkan. Ketika
waktu Isya tiba, Hajjaj keluar dan memerintahkan untuk membebaskan Mauruq.
Demikianlah kemuliaan Muttharrif. Pada
tahun 81H, ia meninggalkan dunia yang fana ini untuk menemui TuhanNya. Dunia
yang memang selama ini ia tinggalkan. Ia tinggalkan dengan hatinya. Tapi kali
ini tidak. Ia tinggalkan dunia dengan hati dan jasadnya. Diantara wasiatnya
pada adiknya adalah agar jangan seorang pun mengadzankan jenazahnya.
Semoga Allah meridhoi Muttharrif dan
menempatkannya bersama orang shalih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar